Minggu, 06 Oktober 2013

10 PERBEDAAN DALAM ISLAM



10
PERBEDAAN DALAM ISLAM




A.    Pendahuluan
Berdebatan dalam Islam bukan hal yang baru, sejak kedatangan Islam sudah ada, hanya saja pada masa Rasul langsung di atasi, sehingga mendatangkan sebuah rahmat bagi kehidupan. Persoalannya sekarang tatkala Rasul sudah tidak ada, perdebatan atau silang pendapat semakin meruncing satu dengan yang lain. Hal itu dapat difahami karena semua berusahan menangkap teks-teks Islam, berupa al-Qur’an dan al-Hadis.
Silang pendapat satu dengan yang lain dalam memahami teks al-Qur’an dan al-Hadis dilatar belakangi oleh teks-teks tersebut tidak semuanya jelas. Ada teks yang difahami sebagai teks (ayat) mutasyabihat (samar) atau dhanniatudilalalah dan ada ayat yang difahami sebagai qathiatudilalalh. Pada ayat qathiatudilalah semua akan memahami sama, karena pada tataran ini tidak dibutuhkan penafsiran. Sementara pada tataran ayat dhaniatudilalah sangat dibutuhkan penafsiran untuk mengetahui maksudnya, karena ayat pada tataran ini tidak jelas maksudnya.
Dalam menafsirkan ayat yang tidak jelas maksudnya sering kali melahirkan silang pendapat antara satu dengan yang lain, karena dalam menafsirkan terkadang ditemukan menggunakan metode yang berlainan sehingga melahirkan kesimpulan yang berbeda. Namun sungguhpun demikian bukan berarti salah, melainkan menjadi khazanah, atau kekayaan dalam pengetahuan ke-Islaman.
Berbagai perbedaan dalam Islam bukan terletak pada hal-hal prisipil, melainkan lebih pada perbedaan cabang (furuiyah). Hal lain perbedaan dalam Islam bukan terletak pada teks, melainkan pada penafsiran, sehingga jika salah bukan teks melainkan penafsiran. Untuk itu tidak ada satu aliran pun dalam Islam yang argumennya berdasarkan teks keagamaan melainkan lebih pemahaman pada teks keagamaan.
Perbedaan dalam Islam sebenarnya banyak sekali, tak terhitung jumlahnya, tetapi jika mau dipetakan secara garis besar menjadi tiga pilar yang melahirkan perbedaan. Pertama dalam memhami Tuhan, kedua dalam memahami cara menyembah Tuhan, dan yang ketiga dalam berakhlak kepada Tuhan. Perbedaan dalam memhami Tuhan berada pada tataran ke-ilmuan Theologi. Ulama-ulama Theologi masin-masing membangun argumen dalam memahami Tuhan. Pemahaman terhadap Tuhan melahirkan sikap hidup, karena keyakinan melahirkan sebuah komitmen terhadap prilaku.
Demikian juga dalam memahami teks-teks keagamaan baik al-Qur’an maupun al-Hadis, khususunya yang berkaitan dengan tatacara menyembah Tuhan satu dengan yang lain ulama membangun argumennya masing masing, sehingga dari abad ke abad perdebatan tidak dapat dihindari. Pada tataran ini juga perdebatan bukan pada hal prisipil, misalnya ibadah yang sudah ada aturan dari sananya. Perdebatan melainkan hanya pada tataran furuiyah seperti menngerakan telunjuk ketika tahiyat, dan banyak lagi yang lainnya.
Ke tiga perdebatan dalam tasawuf, yakni sebuah disiplin ilmu yang banyak berbicara akhlak. Pada tataran ilmu ini juga tidak urung satu dengan yang lain bersilang pendapat. Namun sama dengan disiplin ilmu yang lain semuanya hanya di wilayah furuiyah. Lebih jelasnya penulis akan menguraikan secara singkat dan mendalam tentang pertikayan dalam memahami teks-teks keagamaan di bawah ini. Untuk mendapatkan pengetahuan secara utuh dan sistematis penulis akan menguraikan perdebatan pada disiplin ilmu tahuhid, atau theologi sesuai dengan dasar dari segalam ibadah dalam Islam. Seseorang akan bisa beribadah dengan penuh keimanan jika pemahaman tentang ke-Tuhan difahami dengan benar.


B.    Perdebatan Theologi (tauhid)
Sebelum penulis menguraikan perdebatan dalam tauhid, terlebih dahulu penulis akan menguler sekelumit tentang tauhid. Hal ini diharafkan agar dapat menghantarkan para pembaca memahami tauhid yang menjadi bahasan ini. Jika sudah didapat pemaham akan mempermudah masuk pada ranah perdebtan tauhid.
Tauhid dalam artian kebahasaan adalah ke-Esaan Tuhan. Tuhan dalam pandangan umat Islam adalah Esa. Banyak sekali ayat yang menguraikan tentang ke-esaan Tuha. Baik ayat yang panjang, maupun ayat yang pendek, yang jelas al-Qur’an atau hadis dalam memhami Tuhan selalu mengatakan esa. Satu teks pun dengan yang lainnya tidak ada bersilang pendapat. Perbedaan yang terjadi hanya pada pemahaman tentang kekuasaan Tuhan.
Pemahaman tentang Tuhan berdampak juga pada legalitas seseorang. Misalnya kaum khwarij memandang Ali, seorang shahabat Nabi yang ke empat difahami sebagai oranag kafir karena tidak mengindahkan atau tidak memakai hukum al-Qur’an. Pemahaman ini didasarkan pada ayat
4 `tBur óO©9 Nà6øts !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqßJÎ=»©à9$# ÇÍÎÈ  
45. .....Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.

Kaum khawarij menganggap Ali sudah keluar dari aturan Allah, yaitu dengan mau gencatan senjata. Padahal maksud Ali setuju dengan genjatan senjata untuk menyelesaikan persengketaan tentang Khilafah dengan Muawiyah Ibn Abi Sufyan.
Sesuai dengan namnya Khawarij adalah keluar, berasal dari kata kharaja, yakni yang keluar dari barisan Ali atas ketidak setujuan sikap Ali. Ada yang mengatakan bahwa kenamaan Khawarij didasarkan pada surat al-Nisa ayat 100[1] yang isinya keluar dari rumah lari kepada Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian khawarij memandang dirinya sebagai orang yang meninggalkan kampung halaman untuk mengabdikan diri kepada Allah dan Rasul-Nya.[2]
Keluarnya kelompok khawarij dari barisan Ali, tidak hanya berdiam diri, melainkan terus gencar mengadakan perlawanan. Walau pada awalnya selalu mendapatkan kekalahan tetapi pada akhirnya berhasil membunuh Ali. Faham khawarij pada waktu itu sangatlah berbeda dengan pada umumnya aliran-aliran Islam khususnya masalah ketatanegaraan. Mereka lebih bersifat demokratis dalam memilih pemimpin, karena menurut mereka khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam.





[1]Lihat QS: al-Nisa ayat 100
* `tBur öÅ_$pkç Îû È@Î6y «!$# ôÅgs Îû ÇÚöF{$# $VJxîºtãB #ZŽÏWx. Zpyèyur 4 `tBur ólãøƒs .`ÏB ¾ÏmÏF÷t/ #·Å_$ygãB n<Î) «!$# ¾Ï&Î!qßuur §NèO çmø.ÍôムßNöqpRùQ$# ôs)sù yìs%ur ¼çnãô_r& n?tã «!$# 3 tb%x.ur ª!$# #Yqàÿxî $VJŠÏm§ ÇÊÉÉÈ    
100. Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang Luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), Maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
[2]Lihat Harun Nasution, Teologi Islam, (UI Press,2002),h.13

1 komentar:

ade suhendar mengatakan...

Assalamu alaikum ..

Saya ade suhendar dari kelas XII AK.1 SMK YASTRIF 1 PARUNGPANJANG.

Saya datang cuma sekedar silaturahmi aja sama bapak.

Oya kapan2 kalau bpk ada waktu, mampir ke blog saya ya pak.


Kodel-squarepants.blogspot.com

&

ade-suhendar.mywapblog.com


Terima kasih.
Wassalamu alaikum :)

Ceramah Maulud