Sabtu, 09 Februari 2013

TAFSIR MU'AMALAT



TAFSIR MUAMALAT


1.    Pendahuluan
Mu’amalat dalam artian kebahasaan berarti interaksi sosial, dalam segala dimensi kehidupan mmanusia. Bahkan mu’amalat dalam Islam dicatat sebagai ibadah yang sungguh berpahala. Berbicara mu’malat dalam Islam tentu didasarkan atas pemahaman terhadap teks al-Qur’an dan hadis, karena kedua sumber itu termasuk sumber pokok yang tidak dapat ditinggalkan atau dikesampingkan. Namun dalam konteks ke-ilmuan, berbicara mu’amalat haruslah jelas. Yakni bergantung pada pendekatan yang digunakan. Jika berbicara mu’amalat dalam konteks tafsir mu’amalat, maka berbicara mu’amalat lebih menitik beratkan pada mu’amalat dalam perspektif al-Qur’an, yang tentunnya semua rujukan didasarkan pada ayat al-Qur’an. sebaliknya jika berbicara mu’amalat dalam konteks hadis, atau hadis-hadis mu’amalat maka dalam bahasannya segala rujukan didasarkan pada hadis-hadis Nabi. Dengan demikian jelas pemetaanya.
Dalam hal ini penulis akan berbicara mu’amalat dalam konteks al-Qur’an, atau dengan kata lain tafsir mu’amalat. Sebagai konsekwensinya penulis harus berbicara mu’amalat berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an. Hal ini penulis lakukan sebagai usaha mempermudah mahasiswa atau masyarakat pada umumnya dalam memetakan tafsir mu’amalat dengan hadis mu’amalat atau fiqh mu’amalat. Ini juga merupakan kegundahan penulis, karena sering dijumpai banyak orang atau mahasiswa yang kurang dapat membedakaan mu’amalat dalam berbagai pendekatan. Berbicara mu’amalat dalam konteks hadis, tanpa sadar malah menyebrang pada mu’amalat dalam konteks al-Qur’an, atau sebaliknya.
Membahas mu’amalat dengan pendekatan al-Qur’an, hadis dan fiqih, tentu akan lebih tepat jika berbicara mu’amalat dalam konteks Islam. Yakni mu’amalat dalam perspektif Islam yang jelas lebih luas bahasannya, karena menggunakan berbagai sumber hukum Islam.      
Seperti yang telah penulis utarakan di atas tentang definisi mu’amalat secara kebahasaan. Angatlah jelas, bahwa segala yang menyangkut hubungan sosial termasuk pada kata gori mu’amalat. Tidak berlebihan jika dalam bahasan fiqh ulama membagi fiqh secara garis bersar kepada dua bagian;[1] pertama fiqh tentang ubudian  yakni, hubungan manusia dengan Allah. Kedua tentang mu’amalat, yakni hubungan manusia dengan manusia.
Jika melihat pada bahasan di atas tentang mu’amalat sangat lah luas, karena menyangkut segala yang berhubungan dengan manusia. Hal ini jika dibahas secara keseluruhan akan memerlukan bahasan yang panjang dan waktu yang sangat lama. Padahal buku ini sangat ditunggu kehadirannya oleh masyarakat khususnya mahasiswa. Mengingat hal itu, penulis akan lebih konsen berbicara mu’amalat pada dimensi perekonomian, dengan pendekatan tafsir, atau dengan kata lain disebut tafsir mu’amalat.
Langkah-langkah yang akan ditempuh penulis dalam berbicara mu’amalat yang dilandaskan al-Qur’an adalah dengan cara memotret ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang ekonomi. Dari sini kita dapat memahami, apa tujuan hidup manusia, bagaimana mendapatkan harta, dan untuk apa harta itu.


        [1]Lihat Ibn al-Qasim fath al-Qarib

Ceramah Maulud