ZARAH QUBUR
Pada awalnya zarah qubur dilarang karena keiman seseorang masih rapuh, dan
hal ini pernah terjadi di Mekah. Adapun zarah qubur menjadi sunah ketika keiman
seseorang sudah menguat, seperti ketika Rasul hidup di Madinah. Lantas bagaimana
konteksnya dengan kita sekarang?
Hukum yang terjadi di Mekah, yaitu dilarang zarah qubur dan Madinah,
dianjurkan zarah qubur, jika dilihat secara esensi memiliki kesamaan, yaitu
masalah iman. Jadi yang menjadikan hukum zarah qubur dapat menjadi sunah dan
haram bergantung pada keiman seseorang. Jika keimanan seseorang masih dangkal
maka zarah qubur dapat menjadi haram, karena dikuwatirkan bukan pelajran yang
didapat melainkan kesalahan akidah. Berbeda tentunya dengan keimanan yang sudah
mantaf zarah qubur akan berdampak pada kebaikan, yaitu dapat lebih mempertebal
imana, karenanya zarah qubur bagi orang tersebut dapat menjadi sunah.
Fenomena yang terjadi di sekitar kita adalah rancuh, banyak orang yang
zarah qubur bertujuan sesuatu, padahal tujuan dari zarah qubur merupakan pelajaran
bagi yang hidup tentang berakhirnya semua kehidupan di liang lahat. Di di sisi
lain zarah qubur merupakan mendoakan orang yang sudah tidak ada dari kedekatan
di mana dia diquburkan.
Persoalan semakin ruyam tatkala seorang tokoh agama mengajak orang berzarah
tetapi tidak dibimana dulu malasalah akidah, walhasil zarah ke manapun berharap
urusan dunia. Usaha maju, dan sebagainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar