Rabu, 26 Desember 2012

SHOFWAH AT-TAFĀSIR


(KARYA MUHAMMAD ALI ASH-SHABUNI)

Makalah ini diajukan sebagai tugas akhir pada mata kuliah
Tafsir Kontempore

Dosen Pengampu :
Prof. Hamdani Anwar
Prof. Yunan Yusuf
Prof. Salman Harun

Oleh :

         M. Iqbal Alam Islami

          NIM : 10.2.00.0.05.01.0146



SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2012

SHOFWAH AT-TAFĀSIR
(KARYA MUHAMMAD ALI ASH-SHABUNI)

A. Pendahuluan
Tafsir, istilah yang selalu melekat dalam sebuah proses atau hasil dari pembacaan manusia terhadap al-Quran. Tafsir yang sejak al-Quran diturunkan sudah dilakukan bermula dengan hal yang paling sederhana, praktis, hingga pada ahirnya berkembang dengan pesat, seiring perkembangan pengetahuan dan zaman. Pada dasarnya kitab-kitab tafsir yang pada masa tertentu, merupakan pengejawentahan dari pemikiran seseorang dengan keahlian, kecondongan keilmuan tertentu dan realitas sosial pada masa tersebut , kemudian menyentuh problematika kemasyarakatan yang ada.
Dengan sifat lokal dan temporal dari sebuah tafsir, maka dimungkinkan, produk penafsiran pada masa tertentu, belum tentu relevan dan sesuai dengan konteks diluar dimana tafsir tertuntu muncul, walau tafsir tersebut pernah menggema pada masanya. Asumsi lain, dimungkinkan juga tafsir pada masa tertentu, masih relevan dan tetep digunakan, tentunya dengan kapasitas yang lebih kecil.
Pada konteks sekarang, banyak juga produk tafsir yang masih menukil, sepaham dengan tafsir-tafsir klasik, dan dilakukan juga penambahan-penambahan. Hal tersebut bisa ditemukan dalam kitab tafsir kontemporer, misal saja Safwatu Tafasir karya Ali Ash-Shabuni. Kitab ini, merupakan kumpulan dari inti tafsir-tafsir terdahulu, memang tidak ada salah menukil pendapat dari kitab-kitab kalsik, namun apa hal tersebut perlu dilakukan jika suatu pemahaman sudah tidak relevan dengan konteks kekinian. Terlepas dari hal tersebut, pemakalah ingin menyoroti bagaimana metodologi penafsiran Ali Ash-Shabuni dalam karyanya tersebut. Dan sebagaimana disebut dalam muqaddimah tafsirnya, “ Tafsir al-Quran al-Karim Jami’ baina Ma’tsur wa Ma’qul ” pemakalah ingin menguraikan tentang penjelasan yang berkaitan tentang Tafsir Shafwah at-Tafãsir.


B. Sekilas tentang Muhammad Ali As-Shobuni
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ali bin Jamil As-Shobuni. Beliau lahir di kota Helb Syiria pada tahun 1928 M. Setelah lama berkecimpung dalam dunia pendidikan di Syiria, beliau pun melanjutkan pendidikannya di Mesir, dan merampungkan program magisternya di universitas Al-Azhar mengambil tesis khusus tentang perundang-undangan dalam islam pada tahun 1954 M. Saat ini bermukim di Mekkah dan tercatat sebagai salah seorang staf pengajar tafsir dan ulumul Qur’an di fakultas Syari’ah dan Dirosat Islamiyah universitas Malik Abdul Aziz Makkah. [1]
Syekh ash-Shabuni dibesarkan di tengah-tengah keluarga terpelajar. Ayahnya, Syekh Jamil, merupakan salah seorang ulama senior di Aleppo. Ia memperoleh pendidikan dasar dan formal mengenai bahasa Arab, ilmu waris, dan ilmu-ilmu agama di bawah bimbingan langsung sang ayah. Sejak usia kanak-kanak, ia sudah memperlihatkan bakat dan kecerdasan dalam menyerap berbagai ilmu agama. Di usianya yang masih belia, Ash-Shabuni sudah hafal Alquran.Tak heran bila kemampuannya ini membuat banyak ulama di tempatnya belajar sangat menyukai kepribadian Ash-Shabuni. Salah satu gurunya adalah sang ayah, Jamil Ash-Shabuni. Ia juga berguru pada ulama terkemuka di Aleppo, seperti Syekh Muhammad Najib Sirajuddin, Syekh Ahmad al-Shama, Syekh Muhammad Said al-Idlibi, Syekh Muhammad Raghib al-Tabbakh, dan Syekh Muhammad Najib Khayatah.[2]
Untuk menambah pengetahuannya, Ash-Shabuni juga kerap mengikuti kajian-kajian para ulama lainnya yang biasa diselenggarakan di berbagai masjid.Setelah menamatkan pendidikan dasar, ash-Shabuni melanjutkan pendidikan formalnya di sekolah milik pemerintah, Madrasah al-Tijariyyah. Di sini, ia hanya mengenyam pendidikan selama satu tahun. Kemudian, ia meneruskan pendidikan di sekolah khusus syariah, Khasrawiyya, yang berada di Aleppo. Saat bersekolah di Khasrawiyya, ia tidak hanya mempelajari bidang ilmu-ilmu Islam, tetapi juga mata pelajaran umum. Ia berhasil menyelesaikan pendidikan di Khasrawiyya dan lulus tahun 1949.Atas beasiswa dari Departemen Wakaf Suriah, ia melanjutkan pendidikannya di Universitas Al-Azhar, Mesir, hingga selesai strata satu dari Fakultas Syariah pada tahun 1952. Dua tahun berikutnya, di universitas yang sama, ia memperoleh gelar magister pada konsentrasi peradilan Syariah (Qudha asy-Syariyyah). Studinya di Mesir merupakan beasiswa dari Departemen Wakaf Suria.
Selepas dari Mesir, Ash-Shabuni kembali ke kota kelahirannya. Ia mengajar di berbagai sekolah menengah atas yang ada di Aleppo. Pekerjaan sebagai guru sekolah menengah atas ini ia lakoni selama delapan tahun, dari tahun 1955 hingga 1962.Setelah itu, ia mendapatkan tawaran untuk mengajar di Fakultas Syariah Universitas Umm al-Qura dan Fakultas Ilmu Pendidikan Islam Universitas King Abdul Aziz. Kedua universitas ini berada di Kota Makkah. Ia menghabiskan waktu dengan kesibukannya mengajar di dua perguruan tinggi ini selama 28 tahun.Karena prestasi akademik dan kemampuannya dalam menulis, saat menjadi dosen di Universitas Umm al-Qura, ash-Shabuni pernah menyandang jabatan ketua Fakultas Syariah. Ia juga dipercaya untuk mengepalai Pusat Kajian Akademik dan Pelestarian Warisan Islam. Hingga kini, ia tercatat sebagai guru besar Ilmu Tafsir pada Fakultas Ilmu Pendidikan Islam Universitas King Abdul Aziz.
Di samping mengajar di kedua universitas itu, Syekh ash-Shabuni juga kerap memberikan kuliah terbuka bagi masyarakat umum yang bertempat di Masjidil Haram. Kuliah umum serupa mengenai tafsir juga digelar di salah satu masjid di Kota Jeddah. Kegiatan ini berlangsung selama sekitar delapan tahun.Setiap materi yang disampaikannya dalam kuliah umum ini, oleh ash-Shabuni, direkam-nya dalam kaset. Bahkan, tidak sedikit dari hasil rekaman tersebut yang kemudian ditayangkan dalam program khusus di televisi. Proses rekaman yang berisi kuliah-kuliah umum Syekh ash-Shabuni ini berhasil diselesaikan pada tahun 1998.
Di samping sibuk mengajar, ash-Shabuni juga aktif dalam organisasi Liga Muslim Dunia. Saat di Liga Muslim Dunia, ia menjabat sebagai penasihat pada Dewan Riset Kajian Ilmiah mengenai Alquran dan sunnah. Ia bergabung dalam organisasi ini selama beberapa tahun. Setelah itu, ia mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk menulis dan melakukan penelitian.Salah satu karyanya yang terkenal adalah Shafwah at-Tafasir. Kitab tafsir Alquran ini merupakan salah satu tafsir terbaik karena luasnya pengetahuan yang dimiliki oleh sang pengarang. Selain dikenal sebagai hafiz Alquran, Ash-Shabuni juga memahami dasar-dasar ilmu tafsir, guru besar ilmu syariah, dan ketokohannya sebagai seorang intelektual Muslim. Hal ini menambah bobot kualitas dari tafsirnya ini.
Menurut penilaian Syeikh Abdullah Khayyat, khatib Masjidil Haram dan penasehat kementrian pengajaran Arab Saudi, ash- Shabuni adalah seorang ulama yang memiliki banyak pengetahuan, salah satu cirinya adalah aktivitasnya yang mencolok dalam bidang ilmu dan pengetahuan, Ia banyak menggunakan kesempatan berlomba dengan waktu untuk menelurkan karya ilmiahnya yang bermanfaat dengan member konteks pencerahan, yang merupakan buah penelaahan, pembahasan dan penelitian yang cukup lama.
Dalam menuangkan pemikirannya, Ash-shabuni tidak tergesa-gesa, dan tidak berorientasi mengejar banyak karya tulis, namun menekankan segi ilmiah ke dalam pemahaman serta aspek-aspek kualitas dari sebuah karya ilmiah, untuk mendekati kesempurnaan dan segi kebenaran.
Beliau juga dikenal sebagai pakar ilmu Al-Qur’an, Bahasa Arab, Fiqh, dan Sastra Arab. Abdul Qodir Muhammad Shalih dalam “Al-Tafsir wa al-Mufassirun fi al-A’shri al-hadits” menyebutnya sebagai akademisi yang ilmiah dan banyak menelurkan karya-karya bermutu”. Di antara karya-karya beliau:
1. Rawa’I al-Bayan fi Tasair Ayat al-Ahkam min Al-Qur’an.
            Kitab ini mengandung keajaiban tentang ayat-ayat hokum didalam Al-Qur’an. Kitab ini dalam dua jilid besar, ia adalah kitab terbaik yang pernah dikarang perihal soal ini, sebab dua jilid ini, telah dapat menghimpun karangan-karangan klasik dengan isis yang melimpah ruah serta ide dan fikiran yang subur, stu pihak dan karangan-karangan modern debgan gaya yang khas dalam segi penampilan, penyususnan, dan kemudian uslub dipihak lain. Selain itu, M. Ali al-Shabuni telah Nampak keistimewaannya dalam tulisan ini tentang keterusterangannya dan penjelasannya dalam menetapkan keobjektifan agama Islam mengenai pengertian ayat-ayat hukum, dan tentang sanggahannya terhadap dalil-dalil beberapa orang musuh Islam yang menyalahgunakan penanya dengan mempergunakan dirinya dengan menyerang Nabi Muhammad saw., dalam hal pernikahan beliau dengan beberapa orang istri (poligami).
Dalam hubungan tersebut, pengarang kitab ini telah mengupas hikmah poligami dengan mendasarkan kupasannya kepada logika dan rasio, ditinjau dari beberapa segi juga dikupasnya masalah “hijab” (penutup badan bagi wanita), serta menyanggah dalam persoalan ini pendapat orang yang memperkenankan seorang wanita menampakan tangannya dan wajahnya dihadapan orang-orang lelaki yang bukan muhrim dengan alas an bahwa tangan dan wajah wanita tidak termasuk aurat. Beliau mengulangi pembahasan tersebut, ketika beliau membahas soal “hijab”. Beliau menolak pergaulan anatara lelaki dan perempuan bukan muhrim, dan mengambil bukti terhadap kebatilan pendapat-pendapat para pembela pergaulan bebas tersebut, dari keterangan keterangan tokoh-tokoh Barat sendiri dengan menambahkan pendapat-pendapat yang benar tentang terlarangnya pergaulan antara laki-laki dengan perempuan.
2. Al-Tibyan fi ‘Ulum Al-Qur’an (Pengantar Studi Al-Qur’an).
Awal mulanya, buku ini adalah diktat kuliah dalam Ilmu Al-Qur’an untuk para mahasiswa fakultas Syari’ah dan Dirosah Islamiyah di Makkah al-Mukarramah, dengan maksud untuk melengkapi bahan kurikulum Fakultas serta keperluan para mahasiswa yang cinta kepada ilmu pengetahuan dan mendambakan diri dengan penuh perhatian kepadanya
3. Para Nabi dalam Al-Qur’an Judul aslinya yaitu; al-Nubuwah wa al-Anbiya.
Berbeda dengan buku yang sudah ada (sebagai) buku terjemahan, buku ini dikemas secara ringkas, lantaran karya ini merupakan sebuah karya saduran dari sebuah kitab berbahasa Arab yang ditulis oleh M. Ali ali al-Shabuni .
4. Qabasun min Nur Al-Qur’an (cahaya al-Qur’an).
Judul asli buku ini dalam bahasa Arabnya adalah; Qabasun min Nur Al-Qur’an dan diterjemahkan oleh Kathur Suhardi kedalam bahasa Indonesia menjadi; Cahaya Al-Qur’an. Kitab tafsir ini, diantaranya disajikan ayat-ayat Al-Qur’an dari awal hingga akhir secara berurutan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Sehingga pola ini memeberikan kemaslahatan tesendiri yang tidak didapatkan di kitab-kitab tafsir lain.adapun bentuk penyajiannya ialah ayat-demi ayat atau beberapa ayat yang terangkum dalam satu kelompok maknanya dan tema, yang karena itulah kitab ini disebut tafsir tematik. System penyusunan kitab ini serupa dengan kitab Shafwah al-Tafasir.
Keseluruhan kitab Qabasun Min Nur Al-Qur’an ini terdiri dari delapan jilid yang edisi Indonesia atau terjemahannya juga mengikuti kitab aslinya yang berbahasa Arab. Menurut kathur Suhardi, al-Sahabuni telah mengkompromikan antara atsar orang-orang salaf dan ijtihad orang-orang khalaf sehingga tersaji sebuah tafsir al-Ma’qul wa al-Ma’tsur, begitulah menurut istilah mereka, dan memeberikan berbagai hakikat yang menarik untuk disimak. Dengan begitu pembaca bisa melihat dua warna secara bersamaan.
5. Shafwah al-Tafasir.
Salah satu tafsir al-Shabuni yang paling popular adalah Shafwah al-Tafasir, kitab ini terdiri dari tiga jilid didalamnya menggunakan metode-metode yang sederhana, mudah dipahami, dan tidak bertele-tele (tidak menyulitkan para pembaca).
Ali al-Shabuni, telah merampungkan tafsir ini (Shafwah al-Tafasir), secara terus menerus dikerjakannya non-stop siang malam selama lebih kurang menghabiskan waktu kira-kira lima tahun, dia tidak menulis sesuatu tentang tafsir sehingga dia membaca dulu apa-apa yang telah ditulis oleh para mufasir, terutama dalam masalah pokok-pokok kitab tafsir, sambil memilih mana yag lebih relevan (yang lebih cocok dan lebih unggul).
Shafwah al-Tafsir merupakan tafsir ringkas, meliputi semua ayat A-Qur’an sebagaimana yang terdapat dalam judul kitab : Jami’ baina al-Ma’tsur wa al-Ma’qul. Shafwah al-Tafasir ini berdasarkan kepada kitab-kitab tafsir terbesar seperti al-Thabari, al-Kasysyaf, al-Alusi, Ibn Katsir, Bahr al-Muhith dan lain-lain dengan uslub yang mudah, hadits yang tersusun ditunjang dengan aspek bayan dan kebahasaan.
Al-Shabuni mengatakan dalam pendahuluan tafsirnya, tentang penjelasan tujuan ditulisanya kitab ini, menurutnya ‘apabila seorang muslim terpesona kepada masalah-masalah duniawi tentu waktunya akan disibukan hanya untuk menghasilkan kebutuhan hidupn saja hari-harinya sedikit waktu untuk mengambil sumber referensi kepada tafsir-tafsir besar yang dijadikan referensi ulama sebelumnya dalam mengkaji kitab Allah Ta’ala, utuk menjelaskan dan menguraikan maksud ayat-ayatnya, maka diantara kewajiban ulama saat ini adalah mengerahkan kesungguhannya untuk mempermudah pemahaman manusia pada Al-Qur’an dengan uslub yang jelas. Bayan yang terang, tidak terdapat banayak kalimat sisipan yang tidak perlu, tidak terlalu panjang, tidak mengikat, tidak dibuat-buat, dan menjelaskan apa yang berbeda dalam Al-Qur’an yaitu unsure keindahan ‘Ijaz dan Bayan bersesuaian dengan esensi pemb9caraan, memenuhi kebutuhan pemuda terpelajar, yang haus untuk menambah ilmu pengetahuan Al-Qur’an al-Karim’.
Kata al-Shabuni, ‘saya belum menemukan tafsir al-Kitabullah ‘Azza Wajalla yang memenuhi kebutuhan dan permasalahannya sebagaimana disebutkan diatas dan menarik perhatian (orang) mendalaminya, maka saya terdorong untuk melakukan pekerjaan penyusunan ini. Seraya memohon pertolongan Allah al-Karim saya berinama kitab ini : “Shafwah al-Tafasir” karena merupakan kumpulan materi-materi pokok yang ada dalam tafsisr-tafsir besar yang terpisah, disertai ikhtisar, tertib, penjelasan dan bayan’.
Adapun karya yang lainnya adalah :Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir, Mukhtashar Tafsir al-Thabari, Jammi al-Bayan, al-Mawarits fi al-Syari’ah al-Islamiyah ‘ala Dhau al-Kitab dan Tanwir al-Adham min Tafsir Ruh al-bayan.
Muhammad Ali Ash-Shabuni menilai bahwa Al-Qur’an didalamnya terkandung mu’jizat yang luar biasa, susunannya sendiri berbeda dengan bentuk puisi orang arab maupun dalam bentuk prosanya, baik dalam permulaanya, suku kalimatnya maupun dalam sastranya. Nilai sastra yang terkandung dalam al-Qur’an bernilai tinggi dan tiada bandingannya. Inilah salah satu alasan mengapa ia mempunyai keinginan menulis tafsir.
Beliau mengemukakan segi-segi kemukjizatan al-Quran antara lain susunan Al-Quran berbeda dengan uslub-uslun bahasa orang-orang arab. Sifat keagungannya yang tak memungkinkan orang untuk mendantangkan yang serupa dengannya. Bentuk undang-undang di dalamnya sangat rinci dan sempurna melebihi undang-undang buatan manusia. Mengabarkan hal-hal gaib yang tidak dapat diketahui, kecuali melalui wahyu. Uraiannya tidak bertentangan dengan pengetahuan umum yang dipastikan kebenarannya. Janji dan ancaman yang dikabarkannya benar-benar terjadi. Mengandung ilmu-ilmu pengetahuan yang memenuhi segala kebutuhan manusia. Berpenmgaruh bagi hati pengikutnya dan orang-orang yang memusuhinya.[3]
C. Latar Belakang Penamaan Shafwah at-Tafãsir
Shofwah at-Tafasir merupakan salah satu kitab tafsir karangan As-Shobuni yang luar biasa. Beliau menyebutnya sebagai kumpulan tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi al-ma’qul. Menyinggung alasan penamaan kitabnya ini beliau menjelaskan, “aku menamai kitabku Shofwah at-Tafasir karena memuat inti dari kitab-kitab tafsir besar yang ku susun lebih ringkas, tertib, mudah, jelas, dan lugas agar kaum muslimin dapat mengambil manfaat dan faedah menuju jalan jalan yang lurus“.[4]
Dalam Muqoddimahnya, as-Shobuni sedikit curhat mengenai proses kreatif penulisan kitab tafsir ini, “aku merampungkan penulisan kitab ini selama lima tahun siang dan malam. Dan aku tidak menulis sesuatu dalam kitab tafsir ini kecuali setelah aku benar-benar membaca apa yang ditulis ulama-ulama tafsir pada kitab mereka. Sekaligus meneliti dengan sungguh-sungguh supaya aku bisa menilai mana diantara pendapat mereka yang paling benar lalu aku mengunggulkannya”.
Di antara alasan yang membuat penulis tafsir ini tergerak untuk menyusun kitab tafsirnya adalah banyaknya kitab tafsir dan ulumul Qur’an yang ditulis oleh para ulama, bahkan di antaranya merupakan kitab-kitab yang “gemuk” dan pastinya sangat berjasa membantu ulama dan masyarakat dalam memahami Al-Qur’an secara benar. Namun karena tingkat pendidikan dan kebudayaan manusia yang berbeda-beda, menjadikan di antara mereka masih merasa sulit menggapai pesan yang ingin disampaikan seorang mufassir dalam kitabnya.
Salah satu solusi mengatasi hal ini, maka seorang ulama dituntut untuk terus berusaha mempermudah dan meminimalisir segala bentuk kesulitan dalam kitab tafsirnya, supaya maknanya bisa lebih terjangkau oleh masyarakat luas.[5] Syaikhul Azhar DR. Abdul Halim Mahmud memberikan komentar tentang kitab ini, bahwa Shofwah at-Tafasir adalah hasil penelitian penulis terhadap kitab-kitab besar tafsir, kemudian ditulis ulang dengan mengambil pendapat terbaik dari kitab-kitab tersebut yang disusun secara ringkas dan mudah.
 Begitu pun yang di sampaikan DR.Rosyid bin Rajih salah satu guru besar  Syari’ah dan Dirasat Islamiyyah Universitas Malik Abdul Aziz, tentang Shofwah at-Tafasir, adalah sebuah  kitab yang  sangat berharga, meringkas apa yang dikatakan ulama-ulama besar tafsir dengan menggunakan tata bahasa yang sederhana, tekhnik pengungkapan yang mudah dan lugas, disertai penjelasan dari segi kebahasaannya. Sungguh sangat memudahkan penuntut ilmu dalam memahaminya.[6]
D. Rujukan Shofwah at-Tafasir
 Dalam menyusun kitab tafsirnya, Muhammad Ali ash-Shabuni menggunakan beberapa kitab tafsir lain sebagai rujukannya atau sebagai bahan perbandingannnya. Di antara kitab-kitab tersebut adalah :
1.      Tafsir al-Thabari, Abu Ja’far Muhammad Ibnu Jarīr at-Tabarī.
2.      Tafsir al-Kasyaf ‘an Haqãiq al-tanzil  karya Abul-Qasim Jarul-lah al-Zamakhsyari.
3.      Tafsir Qurthubi.
4.      Tafsir Ruhul Ma’ani karya Al-Alusi.
5.      Tafsir Ibnu Katsir.

6.      Tafsir Bahrul Muhith karya Abi Hayyan,
7.      Tafsir al-Jauzy
8.      Hãsyiyatu as-sãwī ‘ala al-Jalalain
9.      Muhtasar Ibnu Katsir
10.  Gharībul qur’an karangan Ibnu Qutaibah.
11.  Majaz Al-Qur’an karangan Abu ‘Ubaidah
12.  Tafsir al-Kabīr karya Al-Fahru al-Din ar-Rãzi
13.  Asbabun Nuzul karya al-Wãhidi
E. Sumber-sumber penafsiran dari berbagai disiplin Ilmu
§  Dalam upaya menjelaskan maksud-maksud makna ayat dalam kitab tafsirnya ini, beliau mengambil berbagai rujukan dari kitab-kitab tafsir ulama salaf.
§  Dalam menjelaskan sisi kebahasaan beliau mengambil beberapa rujukan, seperti: al-Zamakhsyari, tafsir al-Baidlawi, Mu’jam li al-fadz Al-Qur’an milik al-Raghib al-Asfahaniy, al-Harawi, al-Khothobi, Ibn Faris, Tsa’lab, al-Hajjaj, al-Asma’iy, al-Fara’, Bahr al-Muhith, al-Mishbah, Kasyf al-Ma’ani tafsir Ibn Jama’ah, al-Kasyasyaf, Majaz al-Qur’an, Tahdzib al-Lughah, al-Shihah milik al-Jauhari, al-Qomus, al- Shawi ‘ala al-Jalalain, Lisan al-‘Arab.
§   Dalam menafsirkan ayat beliau mengambil beberapa rujukan, seperti pendapat/fatwa sahabat; seperti Ibn ‘Abbas, tafsir Ibn Katsir dan mukhtasharnya, Tafsir Abu Su’ud, Ashab al-Sunan, tafsir al-Thabari dan beberapa penafsir lain termasuk mufassir yang beliau ruju’ dalam menjelaskan sisi kebahasaan
§  Dalam menjelaskan sisi munasabah, diantaranya beliau merujuk tafsir Abu Su’ud
§  Dalam menjelaskan sisi balaghah diantaranya beliau merujuk pendapat Sahabat Sa’ad, ulama ahli bahasa, seperti al-Raghib, mufassir, seperti Talkhish al-Bayan milik al-Ridha, al-Futuhat, al-Tafsir al-Kabir, Talkhis al-Bayan, Rawai’ al-Bayan dll
§  Dalam sisi sabab al-Nuzul, diantaranya beliau merujuk pendapat sahabat Ibn ‘Abbas, Zad al-Maisir, Asbab al-Nuzul milik al-Wahidi, al-Bukhari.
§  Dalam sisi fawaid, diantaranya beliau meruju’ pada perkataan sahabat seperti Ibn ‘Abbas, Ibn Mas’ud; tabi’in, seperti Imam Mujahid, mufassir seperti al-Qurthubiy, al-Qusyairiy, Mahasin al-Ta’wil, tafsit al-Qasimi, al-Tashil fi ‘Ulum al-Tanzil, Irsyad al-‘Aql al-Salim, al-Tashil milik Ibn al-Jizi, al-Tahqiq al-Mufashal, al-Dur al-Mantsur, Ibn al-Mardawaih, al-Bazar, al-Thabrani dan lain-lain.
F. Metode dan  Sistematika Penulisan
 Metode yang digunakan dalam Tafsir Shoafwah Tafasir adalah memakai metode tahlili. Dalam menfasirkan setiap surat,  sistematika penulisan yang diterapkan Muhammad Ali As-Shabuni dalam tafsirnya antara lain:
1)      Menjelaskan surat Al-Qur’an secara global, kemudian merinci maksud-maksud yang terkandung dalam surat tersebut seperti menjelaskan kandungannya yang berkaitan dengan masalah akidah, ibadah, mu’amalah, akhlak, permasalahan pernikahan, talak, ‘iddah dan juga tentang permasalahan hukum.
2)      Menjabarkan hubungan antar ayat sebelum dan ayat sesudahnya.
3)      Menjelasakan tentang latar belakang penamaan surat.
4)      Penjelasan faedah-faedah atau keutamaan yang bisa dipetik dari suatu ayat.
5)      Kemudian menuliskan ayat-ayat al-Qur’an dengan memulai satu ayat hingga 4 surat atau lebih.
6)      Setelah menuliskan ayat-ayat al-Qur’an, beliau baru memulai pembahsan tentang tafsir ayat tersebut.
7)      Dilanjutkan pembahasan tentang hal yang berhubungan dengan bahasa, seperti akar kalimat, dan bukti-bukti kalimat yang diambil dari ungkapan orang arab
8)      Pembahasan tentang Asbab an-Nuzul
9)      Pembahasan ayat dari segi Balaghohnya.[7]
            Apa yang digambarkan di atas, memberi gambaran mengenai corak penafsiran dalam tafsirnya. Kehidupannya yang sarat dengan problematika sosial dari berbagai aspek kehidupan dituangkan dalam tafsirnya yang dijelaskan dengan kebahasaan dan rasional menunjukkan corak tafsir al-adab al-Ijtimai. Berupaya menyingkap keindahan bahasa al-Quran dan mukjizat-mukjizatnya menjleaskan makna dan maksudnya. Memperlihatkan aturan-aturan Al-Qur’an tentang kemasyarakatan dan permasalahan ummat lainnya secara umum. Semua itu diuraikan dengan melihat petunjuk-petunjuk Al-Quran yang menuntun jalan bagi kebahagiaan dunia dan akhirat.[8]
G. Pujian Ulama terhadap Kitab Al Shafatu Al Tafasir
1. Dr. Abdul Halim Mahmud (Rektor Universitas Al Azhar)
            Beliau mengatatkan bahwa Kitab Shafwah Al Tafsir bebas dari keberpihakan madzhab. Dalam mengambil suatu pendapat, as-Shobuni selalu mengambil pendapat ahli tafsir paling shahih untuk menjaga dari pendapat yang salah. Tafsirnya merupakan ringkasan dan memiliki karakter memudahkan. Apabila seseorang menggunakan dari sebagian akalnya maka sungguh ia tidak akan ragu untuk mengambil kitab ini karena penyusunnya (Al Shabuni) mencurahkan tenaga, fikiran untuk menyesuaikan pilihannya dengan mengambil dari kitab-kitab tafsir induk yang bersumberkan kepada ilmu dan bashirah (mata batin)
2. Abdullah bin Humaid (Ketua majlis ta’lim dewan agung Masjidil Haram) mengatakan bahwa dalam shofwah tafasir berisi :
a. Penyusun mencurahkan semua ijtihad dalam penyusunan kitab ini
b. Penyusun memilih pendapat mufasir yang paling sahih
c. Memilih tafsiran yang paling rajah
d. Menggabungkan metode tafsir bil ma’tsur dan bil ma’qul
e. Pemaparannya dengan menggunakan gaya bahasa yang jelas dan lugas
f. Mengambil hadits-hadits yang mudah difahami
g. Menyebutkan maksud asas-asas surat dengan ringkas
h. Menjelaskan munasabah surat dan ayat
i. Menjelaskan sababun nuzul surat dan ayat
j. Menjelaskan tafsir ayat per ayat tanpa menjelaskan kandungan I’rabnya
l.  Mejelaskan kaitan ayat dengan mengambil istinbath
m. Menjelaskan makna-makna ayat dari sudut balaghahnya
3. Syaikh Abul Hasan Ali Hasan Al Nadwi
            Kitab tafsir ini menunjukan dari berbagai keleluasaan ilmiyah; mulai dari tafsir, hadits, sirrah dan tarikh. Memudahkan para pembacanya, terutama pada masa sekarang lebih mendekati apa yang dibutuhkan pada pemecahan permasalahan-permasalahan kekinian sehingga orang akan melek terhadap beberapa pendapat , pandangan dan madzhab-madzhab. Oleh sebab itu, kitab ini besar faedahnya, mulya kedudukannya lantaran tidak hanya fikiran yang penulis curahkan melainkan waktu, tenaga, harta dan lain-lain. Karya ini disusun dengan upaya penilaian ilmu tafsir yang cukup lama sehingga memberikan gambaran yang mendalam dari sisi kualitas tafsirnya.
4. Dr. Abdullah ‘Umar Nashif
            Dalam rangka memahami ayat Al-Quran, kehadiran kitab tafsir ini memberikan kemudahan kepada umat dalam penyampaiannya, karena Allah swt telah mencurahkan kepada sahibul kitab ini hidayah taufiq.
H. Shofwah at-Tafasir dan Polemik
Di antara karya-karya besar as-Shobuni, Shofwatut-Tafasir adalah yang paling banyak mengundang polemik. Polemik ini lahir terutama saat beliau menafsirkan suatu ayat a la asy’ary [dengan menggunakan methode ta’wil]. Misal sebagaimana yang dijelaskan Syeikh Sholih bin Fauzan:
[Surat Al-baqoroh ayat:112] ”… بلى من أسلم وجهه لله…”
Dalam menafsirkan ayat ini as-Shobuni mengutip pendapat dari Imam al-Rozi dalam tafsirnya Tafsir Kabir yang menakwilkan “الوجه” dengan “النفس , maka makna ayat ini menurut al-Rozi: “ memasrahkan diri untuk selalu taat kepada Allah”. Dengan mengambil justifikasi dari ayat: “كل شيء هالك الا وجهه “. Ini hanya satu dari tafsir ayat yang disentil oleh syeikh Sholih bin Fauzan salah seorang ulama Saudi yang menyebut ta’wil pada ayat ini sebagai ta’wil bathil karena ta’wil al-wajh dengan makna ad-zat sebagaimana manusia sama dengan meniadakan sifat Allah yang telah pasti. Untuk juz 1 saja Syeikh Sholih bin Fauzan mencatat 54 kesalahan dari berbagai macam disiplin ilmu, termasuk Fiqh, dan lain-lain.
Keseluruhan kesalahan Muhammad Ali as-Shobuni dalam Shofwah at-Tafasir beliau rangkum dalam kitabnya “Al-bayan li Akhtho’i ba’dhi al-Kitab”. Masuk dalam barisan panjang ulama penolak tafsir ini di antaranya: Syeikh Muhammad Jamil Zainu salah satu staf pengajar tafsir di Universitas Darul Hadits Makkah, Syeikh Sa’ad Dzullam, Syeikh Bakr Abu Zayd,  yang masing-masing mengungkapkan kritik dan penolakannya dengan menerbitkan kitab tafsir tersebut.
Dalam buku besarnya “Ar-Rudud”, syeikh Bakr Abu Zayd menyorot perilaku As-Shobuni yang mengumpulkan penafsiran dari penafsir-penafsir besar dengan latar belakang ideologi berbeda dalam satu kitab tafsir, seperti Zamakhsyari yang Mu’tazili, Ibnu Katsir dan Thobari yang Salafi, Ar-Rozy yang Falsafi, Thibrsy yang Rhofidhy, dan berbagai sumber lainnya.
 Aksi penolakan ulama-ulama besar Saudi ini mau tidak mau memaksa pihak kementrian badan waqaf Kerajaan Saudi Arabia pada waktu itu menurunkan perintah pelarangan beredarnya kitab ini. Juga surat edaran dari direktur umum badan waqaf dan masjid di Riyadh bernomor: 945/2/ ص, في 16/4/1408 H melarang penyebaran dan memperbanyak kitab tafsir ini sampai ada perbaikan permasalahan ideologi di dalamnya.
Memang benturan ideologi dalam tafsir ini tidak bisa elakan, karena ada saat as-Shobuni menggunakan penafsiran model Salafy yang mempraktekan metode “tafwidh ilallah” khususnya ketika beliau merujuk tafsir dari Ibnu Katsir. Dan ada saat kita akan melihat beliau mengambil penafsiran model ar-ra’yi yang menggunakan methode “ta’wil”, khusunya ketika beliau mengambil tafsir dari Ar-Razi. Namun untuk Mu’tazilah beliau menjelaskan tidak mengambil dari Zamakhsyari kecuali penjelasan tentang masalah bahasa saja. Kenyataan ini membuat kita sulit mengira-ngira apa gerangan ideologi as-Shobuni.
Terlepas dari permasalahan ideologi As-Shobuni, DR.Abdul Halim Mahmud guru besar Al-Azhar menegaskan bahwa, “ikhtiyarul mar’i qith’atun min aqlihi” maka lanjut beliau lagi, bisa dikatakan apapun yang dipilih dan diambil As-Shobuni dari kitab-kitab tafsir besar merupakan persetujuan beliau terhadap penafsiran-penafsiran itu.[9]
I. Contoh Penafsiran Surat Al-Baqarah ayat 111-115
قال الله تعالى : [ وقالوا لن يدخل الجنة إلا من كان هودا أو نصارى.. إلى .. إن الله واسع عليم ] من آية (111) إلى نهاية آية (115).
المناسبة :
في هذه الآيات الكريمة بيان آخر لأباطيل أهل الكتاب ، حيث ادعى كل من الفريقين (اليهود والنصارى) ، أن الجنة خاصة بهم ، وطعن في دين الآخر ، فاليهود يعتقدون بكفر النصارى وضلالهم ، ويكفرون بعيسى وبالإنجيل ، والنصارى يعتقدون بكفر اليهود لعدم إيمانهم بالمسيح ، حتى صار كل فريق يطعن في دين الآخر ، ويزعم أن الجنة وقف عليه ، فأكذب الله الفريقين ، وبين أن الجنة إنما يفوز بها المؤمن التقي الذي عمل الصالحات.
اللغة :
[ هودا ] أي يهودا جمع هائد ، والهائد : التائب الراجع مشتق من هاد إذا تاب [ إنا هدنا إليك ] ، [ أمانيهم ] جمع أمنية وهي ما يتمناه الإنسان ويشتهيه ،
[ برهانكم ] البرهان : الدليل والحجة الموصلان إلى اليقين ،
[ أسلم ] استسلم وخضع ،
[ خرابها ] الخراب : الهدم والتدمير وهو حسي كتخريب بيوت الله ، ومعنوي كتعطيل إقامة الشعائر فيها ،
[ خزي ] هوان وذلة ،
[ ثم ] بفتح الثاء أي " هناك " ظرف للمكان ،
[ وجه الله ] الوجه : الجهة والمراد بوجه الله هنا : الجهة التي ارتضاها وأمر بالتوجه إليها.
سبب النزول :
عن ابن عباس قال : لما قدم أهل نجران من النصارى على رسول الله (ص) أتتهم أحبار اليهود ، فتنازعوا عند رسول الله (ص) فقال رافع بن حرملة : ما أنتم على شيء وكفر بعيسى وبالإنجيل ، وقال رجل من أهل نجران من النصارى لليهود : ما أنتم على شيء وجحد نبوة موسى وكفر بالتوراة فأنزل الله [ وقالت اليهود ليست النصارى على شيء ] الآية.
التفسير :
[ وقالوا لن يدخل الجنة إلا من كان هودا أو نصارى ] أي قال اليهود لن يدخل الجنة إلا من كان يهوديا ، وقال النصارى لن يدخل الجنة إلا من كان نصرانيا
[ تلك أمانيهم ] أي تلك خيالاتهم وأحلامهم
[ قل هاتوا برهانكم إن كنتم صادقين ] أي قل لهم يا محمد : ائتوني بالحجة الساطعة على ما تزعمون إن كنتم صادقين في دعواكم
[ بلى من أسلم وجهه لله ] أي بلى يدخل الجنة ، من استسلم وخضع وأخلص نفسه لله
[ وهو محسن ] أي وهو مؤمن مصدق متبع لرسول الله (ص)
[ فله أجره عند ربه ولا خوف عليهم ولا هم يحزنون ] أي فله ثواب عمله ولا خوف عليهم في الآخرة ولا يعتريهم حزن أو كدر بل هم في نعيم مقيم
[ وقالت اليهود ليست النصارى على شيء ] أي كفر اليهود بعيسى وقالوا : ليس النصارى على دين صحيح معتد به فدينهم باطل
[ وقالت النصارى ليست اليهود على شيء ] أي وقال النصارى في اليهود مثل ذلك ، ليس اليهود على دين صحيح ، ودينهم باطل
[ وهم يتلون الكتاب ] أي والحال أن اليهود يقرأون التوراة ، والنصارى يقرأون الإنجيل فقد كفروا عن علم
[ كذلك قال الذين لا يعلمون مثل قولهم ] أي كذلك قال مشركو العرب مثل قول أهل الكتاب قالوا : ليس محمد على شيء
[ فالله يحكم بينهم يوم القيامة فيما كانوا فيه يختلفون ] أي يحكم بين اليهود والنصارى وسائر الخلائق ، ويفصل بينهم بقضائه العادل ، فيما اختلفوا فيه من أمر الدين
[ ومن أظلم ممن منع مساجد الله أن يذكر فيها اسمه ] الكلام خرج مخرج المبالغة في التهديد والزجر ، استنكاراً لأن يكون أحد أظلم ممن فعل ذلك أي لا أحد أظلم ممن منع الناس من عبادة الله في بيوت الله.
[ وسعى فى خرابها ] أى وعمل لخرابها بالهدم كما فعل الرومان ببيت المقدس ، أو بتعطيلها من العبادة كما فعل كفار قريش
[ أولئك ما كان لهم أن يدخلوها إلا خائفين ] أي ما كان ينبغي لأولئك أن يدخلوها إلا وهم في خشية وخضوع ، فضلا عن التجرؤ على تخريبها أو تعطيلها
[ لهم في الدنيا خزي ] أي لأولئك المذكورين هوان وذلة في الدنيا
[ ولهم في الآخرة عذاب عظيم ] أي لهم عذاب شديد موجع ، هو عذاب النار.
[ ولله المشرق والمغرب ] أي لله جل وعلا الكون كله ، وله الجهات كلها ، مكان شروق الشمس ومكان غروبها والمراد جميع الأرض
[ فأينما تولوا فثم وجه الله ] أي إلى أي جهة توجهتم بأمره ، فهناك قبلته التي رضيها لكم ، وقد نزلت الآية فيمن أضاع جهة القبلة
[ إن الله واسع عليم ] أي يسع الخلق بالجود والإفضال ، وهو سبحانه عليم بتدبير شؤونهم ، لا تخفى عليه خافية من أحوالهم.
البلاغة :
1- [ تلك أمانيهم ] الجملة اعتراضية وفائدتها بيان بطلان الدعوى وأنها دعوى كاذبة.
2- [ قل هاتوا برهانكم ] الأمر هنا للتبكيت والتقريع ، فليس عندهم حجة أو برهان.
3- [ من أسلم وجهه لله ] خص الوجه بالذكر لأنه أشرف الأعضاء ، فالوجه هنا استعارة عن القصد ، والتوجه والإقبال على الله ، ومعنى [ أسلم وجهه ] أي استسلم وخضع ، وأخلص عمله لله.
4- [ عند ربه ] وضع اسم الرب موضع ضمير الجلالة ، لإظهار مزيد اللطف به.
5- [ قال الذين لا يعلمون ] فيه توبيخ عظيم لأهل الكتاب لأنهم خرطوا أنفسهم – مع علمهم – في سلك من لا يعلم أصلا.
6- [ ومن أظلم ] الاستفهام بمعنى النفي أي لا أحد أظلم منه.
7- [ لهم في الدنيا خزي ] التنكير للتهويل أي خزي هائل فظيع ، لا يكاد يوصف لهوله.
8- [ عليم ] صيغة فعيل للمبالغة ، أي واسع العلم.
فائدة :
قال الإمام الفخر : إسلام الوجه لله يعني إسلام النفس لطاعة الله ، وقد يكنى بالوجه عن النفس كما قال تعالى : [ كل شيء هالك إلا وجهه ] وقال زيد بن نفيل :
وأسلمت وجهي لمن أسلمت له الأرض تحمل صخرا ثقالا
وأسلمت وجهي لمن أسلمت له المزن تحمل عذبا زلالا.

J. Penutup
Dengan adanya keterangan diatas, maka jelaslah bahwasanya Ali ash-shabuni merupakan salah satu peneliti bidang tafsir yang sangat popular dalam mengkaji kitab-kitabnya, terutama kitab Sofwah at-tafassir ini. Yang mana di dalam kitab ini merupakan kitab yang lebih ringkas dari pada kitab-kitab besar sebelumnya. Serta memuat berbagai contoh tafsir-tafsir yang ada di dalam kitab ini, sebagai contoh, analisa tentang bahasa, akar kalimat, dan bukti-bukti kalimat.
Oleh sebab itu, maka Ali-as shabuni mempunyai peranan penting dalam kajian tafsir yang telah ada selama ini, khususnya kitab Sowfah at-tafassir. Dan selain lebih ringkas dari pada kitab-kitab besar sebelumnya tentunya di lengkapi dengan penjelasan dari segi balagoh dari ayat-ayat tersebut. Agar penjelasan tersebut dapat menghasilkan suatu karya yang baik untuk di jadikan panutan bagi seliruh umat muslim sebagai penerusnya. Serta yang lebih spasifiknya kehadiran kitab ini dapat menjadikan contoh bagi dunia keilmuan Islam agar lebih menambah wawasannya demi kelangsungan dakwah Islam di masa mendatang.






Daftar Pustaka
Ø  Anwar, Rosihan, Ilmu Tafsir (Bandung : Pustaka Setia, 2000)
Ø  Ash-Shabuni,  M. Ali, muqaddimahnya Shafwah at-Tafãsir, (Beirut : Darul Fikr, 1987)
Ø  Qodir, Abdul Muhammad Shalih “Al-Tafsir wa al-Mufassirun fi al-A’shri al-hadits
Ø  Ali al-Shabuni Muhammad, Rowa’I al-Bayan Tafsir ayat al-Ahkam min Al-Qur’an, (Jakarta : 2001), Daar al-Kutb al-Islamiyyah, Cet ke 1.
Ø  Ash-Shiddieqy, M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/ Tafsir, (Jakarta : Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Dosen Tafsir Hadits, Studi Kitab Hadits, Yogyakarta: 2003), TERAS
Ø  Al-Shan’aniy, Subul al-Salaam, (Bandung : tt), Maktabah Dahlan, juz ke 1


[1] M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/ Tafsir, (Jakarta : Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Dosen Tafsir Hadits, Studi Kitab Hadits, Yogyakarta: 2003), TERAS hal 133.
[2] M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/ Tafsir, hal 134.
[3] Rosihan Anwar, Ilmu Tafsir (Bandung : Pustaka Setia, 2000), hal, 33-34
[4] M. Ali Ash-Shabuni, dalam muqaddimahnya Shafwah at-Tafãsir,(Beirut : Darul Fikr, 1987) h, 20.
[5] M. Ali Ash-Shabuni, dalam muqaddimahnya Shafwah at-Tafãsir,(Beirut : Darul Fikr, 1987) h, 19-20
[6] M. Ali Ash-Shabuni, dalam muqaddimahnya Shafwah at-Tafãsir,(Beirut : Darul Fikr, 1987) h, 12.
[7] M. Ali Ash-Shabuni, dalam muqaddimahnya Shafwah at-Tafãsir,(Beirut : Darul Fikr, 1987) h, 20.
[8] Rosihan Anwar, Ilmu Tafsir (Bandung : Pustaka Setia, 2000), hal, 173-174.
[9] M. Ali Ash-Shabuni, dalam muqaddimahnya Shafwah at-Tafãsir,(Beirut : Darul Fikr, 1987) h, 4.
 



Tidak ada komentar:

Ceramah Maulud