Rabu, 12 Desember 2012

Islamic and Bedug



BEDUG DAN ISLAM DI INDONESIA


A. Pendahuluan  
          Begitu kental bedug Masjid dan Islam di tanah air (Indonesia). Karenanya orang pada umumnya menyangka bahwa itu adalah warisan dari Islam. Jika Masjid tidak didapatkan bedug rasanya kurang sedap, suatu realita dalam kehidupan beragama Islam. Hampir setiap Masjid ditemukan ada bedugnya, kecuali Masjid kantor.
            Seiring dengan perkembangan zaman orang mulai kritis, dan bertanya, “apakah bedug ajaran islam atau budaya?” Dari sikap seperti ini ada orang yang secara terang-terangan berkata “bahwa bedug merupakan pekerjaan bid’ah” di sisilain ada orang yang mempertahankan bedug bahkan dia beranggapan bahwa bedug adalah agama.
          Yang sangat terasa pada bulan puasa bedug menggema bertalu-talu, ketika puasa telah tiba, seakan menghiasi bulan ramadhan. Orang tidak perlu bertanya apakah ini bulan puasa? Sebab suara bedug sudah mewakili. Bedug dan puasa ini sering berjalan berbarengan tidak dapat dipisahkan, laksana sendok dan garpu, mobil dan bensin, suami dan istri. Itulah realita yang ada.
            Di manapun di Indonesia bedug ini identik dengan puasa atau puasa identik dengan bedug. Lahir satu pertanyaan, lebih dahulu mana antara bedug dan puasa? Setiap orang islam tentu akan berkata, ”pasti duluan puasa” karena puasa sejak zaman rasul, sementara bedug lahir sejak zaman wali songo. Pertayaan kedua, kenapa bedug bisa masuk pada bulan puasa? Inilah yang perlu kita tahu.
            Bedug adalah sebuah kayu yang bolong tengahnya yang bagian depannya ditutup kulit binatang. Kapan lahirnya bedung dan untuk apa? Pertanyaan ini yang selalu menggelitik hati penulis.
            Peryataan-peryataan di atas membuat penulis terusik ingin meneliti lebih jauh tentang bedug. Ini tentunya sangat relevan dihidangkan pada para pembaca yang ingin tahu kedudukan bedug.

B.  Sikap masyarakat
            Merasa sejak dulu bedug sudah ada di Masjid, dan para orang tua sering memaksimalkan dalam menggunakan bedug pada bulan puasa, maka generasi berikutnya tidak ada rasa enggan dan bersalah memukul bedug seenaknya. Seusai shalat tarawih orang memukul bedug, tidak perduli orang sekitar terganggu atau tidak. Yang lebih parah di siang hari ketika orang sedang melaksanakan puasa. Yang memukul bedug merasa bahwa perkerjaannya adalah islami. Di sisi lain bayak masyarakat awam yang tidak mengerti agama, efeknya dia tidak sanggup untuk melarang memukul bedug.
            Lewat tulisan ini saya ingin mengupas tuntas tentang bedug, dengan harapan masyarakat dapat melihat bedug dengan proporsional. Yang pada gilirannya tahu kapan seharusnya bedug digunakan.

         

C.  Sejarah bedug
      
Bedug adalah alat musik tabuh seperti gendang. Bedug merupakan instrumen musik tradisional yang telah digunakan sejak ribuan tahun lalu, yang memiliki fungsi sebagai alat komunikasi tradisional, baik dalam kegiatan ritual keagamaan maupun politik. Di Indonesia, sebuah bedug biasa dibunyikan untuk pemberitahuan mengenai waktu salat atau sembahyang. Bedug terbuat dari sepotong batang kayu besar atau pohon enau sepanjang kira-kira satu meter atau lebih. Bagian tengah batang dilubangi sehingga berbentuk tabung besar. Ujung batang yang berukuran lebih besar ditutup dengan kulit binatang yang berfungsi sebagai membran atau selaput gendang. Bila ditabuh, bedug menimbulkan suara berat, bernada khas, rendah, tetapi dapat terdengar sampai jarak yang cukup jauh.

1.Beberapa persi sejarah bedug
            Bedug sebenarnya berasal dari India dan Cina. Berdasarkan legenda Cheng Ho dari Cina, ketika Laksamana Cheng Ho datang ke Semarang, mereka disambut baik oleh Raja Jawa pada masa itu. Kemudian, ketika Cheng Ho hendak pergi, dan hendak memberikan hadiah, raja dari Semarang mengatakan bahwa dirinya hanya ingin mendengarkan suara bedug dari masjid. Sejak itulah, bedug kemudian menjadi bagian dari masjid, seperti di negara Cina, Korea dan Jepang, yang memposisikan bedug di kuil-kuil sebagai alat komunikasi ritual keagamaan. Di Indonesia, sebuah bedug biasa dibunyikan untuk pemberitahuan mengani waktu shalat atau sembahyang. Saat Orba berkuasa bedug pernah dikeluarkan dari surau dan mesjid karena mengandung unsur-unsur non-Islam. Bedug digantikan oleh pengeras suara. Hal itu dilakukan oleh kaum Islam modernis, namun warga NU melakukan perlawanan sehingga sampai sekarang dapat terlihat masih banyak masjid yang mempertahankan bedug.
2. Fungsi bedug
·       Fungsi sosial : bedug berfungsi sebagai alat komunikasi atau petanda kegiatan masyarakat, mulai dari ibadah, petanda bahaya, hingga petanda berkumpulnya sebuah komuntas.
·       Fungsi estetika : bedug berfungsi dalam pengembangan dunia kreatif, konsep, dan budaya material musikal.
3. Cara pembuatan bedug sederhana
Pada awalnya, kambing atau sapi dikuliti. Kulit hewan yang biasa dibuat sebagai bahan baku bedug antara lain kulit kambing, sapi, kerbau, dan banteng. Kulit sapi putih memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan kulit sapi coklat. Sebab, kulit sapi putih lebih tebal daripada kulit sapi coklat, sehingga bunyi yang dihasilkannya akan berbeda disamping, keawetannya yang lebih rendah. Kemudian, kulit tersebut direndam ke dalam air detergen sekitar 5-10 menit. Jangan terlalu lama agar tidak rusak. Lalu, kulit dijemur dengan cara dipanteng (digelar) supaya tidak mengerut. Setelah kering, diukur diameter kayu yang sudah dicat dan akan dibuat bedug. Seteleh selesai diukur, kulit tersebut dipasangkan pada kayu bonggol kayu yang sudah disiapkan. Proses penyatuan kulit hewan dengan kayu dilakukan dengan paku dan beberapa tali-temali.
4. Permainan Bedug (Seni Ngadulag)
            Seni ngadulag berasal dari daerah Jawa Barat. Pada dasarnya, bedug memiliki fungsi yang sama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Namun, tabuhan bedug di tiap-tiap daerah memiliki perbedaan dengan daerah lainnya, sehingga menjadikannya khas. Sehingga lahirlah sebuah istilah “Ngadulag” yang menunjuk pada sebuah keterampilan menabuh bedug. Kini keterampilan menabuh bedug telah menjadi bentuk seni yang mandiri yaitu seni Ngadulag (permainan bedug). Di daerah Bojonglopang, Sukabumi, seni ngadulag telah menjadi sebuah kompetisi untuk mendapatkan penabuh bedug terbaik. Kompetisi terbagi menjadi 2 kategori, yaitu keindahan dan ketahanan. Keindahan mengutamakan irama dan ritme tabuhan bedug, sedangkan ketahanan mengutamakan daya tahan menabuh atau seberapa lama kekuatan menabuh bedug. Kompetisi ini diikuti oleh laki-laki dan perempuan. Dari permainan inilah seni menabuh bedug mengalami perkembangan. Dahulu, peralatan seni menabuh bedug hanya terdiri dari bedug, kohkol, dan terompet. Tapi kini peralatannya pun mengalami perkembangan. Selain yang telah disebutkan di atas, menabuh bedug kini juga dilengkapi dengan alat-alat musik seperti gitar, keyboard, dan simbal.
5. Bedug terbesar di dunia
            Bedug terbesar di dunia berada di dalam Masjid Darul Muttaqien, Purworejo. Bedug ini merupakan karya besar umat Islam yang pembuatannya diperintahkan oleh Adipati Tjokronagoro I, Bupati Purworejo pertama. dibuat pada tahun 1762 Jawa atau 1834 M. Dan diberi nama Kyai Begelan. Ukuran atau spesifikasi bedug ini adalah : Panjang 292 cm, keliling bagian depan 601 cm, keliling bagian belakang 564 cm, diameter bagian depan 194 cm, diameter bagian belakang 180 cm. Bagian yang ditabuh dari bedug ini dibuat dari kulit banteng. Bedug raksasa ini dirancang sebagai “sarana komunikasi” untuk mengundang jamaah hingga terdengar sejauh-jauhnya lewat tabuhan bedug sebagai tanda waktu sholat menjelang adzan dikumandangkan.

6.Persi lain
               Berasal dari China, namun belum ada penelitian yang memastikan dari mana sesungguhnya asal-usul bedug. Tapi, sebagian tokoh agama dan masyarakat yakin, tabuhan besar itu berasal dari China. Wali Sanga (sembilan ulama) pendakwah Islam di Jawa memanfaatkan bedug untuk kepentingan ibadah di Masjid-masjid.
Menurut etnomusikolog Rizaldi Siagian, sebenarnya tradisi tabuhan besar dari kulit merupakan budaya tua yang sudah tumbuh lama di sebagian Nusantara. Di Nias, ada bedug besar yang disimpan di rumah adat, yang disebut fondahi. Di Mandailing, ada tabuhan besar yang disebut tabu yang disimpan di gordang sambilang untuk upacara adat. Tradisi serupa juga berkembang, di Minangkabau.
"Khusus soal bedug, memang banyak yang menduga berasal dari China. Kata bedug itu sendiri termasuk terminologi Jawa," katanya.
            Spekulasi yang santer, kemungkinan besar bedug masuk bersama penjelajahan Cheng Ho, seorang laksamana dari Provinsi Yunnan, China, pada masa Dinasti Ming, yang mengunjungi beberapa wilayah Nusantara sekitar abad ke-15 Masehi. Di negeri asalnya, alat musik itu jadi sarana untuk mengumpulkan massa atau mengiringi ritual keagamaan.
Legenda yang beredar di masyarakat menceritakan, Wali Sanga mengambil bedug untuk digantung di masjid atau surau. Alat itu kemudian ditabuh lima kali sehari untuk mengumumkan awal waktu shalat. Pada perkembangan berikutnya, bedug semakin lekat dengan masjid atau surau dan dipakai untuk menandai berbagai peristiwa penting keagamaan lain, terutama menyambut Ramadhan dan Idul Fitri.
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat menengarai, kepercayaan masyarakat itu sangat mungkin benar terjadi karena beberapa elemen lain dalam masjid juga diadopsi dari luar budaya Islam. Menara masjid, misalnya, diduga berasal dari tempat pemujaan Dewa Api dalam tradisi agama Majusi. Saat Islam datang, menara itu diambil dan dialihkan fungsinya menjadi tempat azan dan landmark bangunan ibadah.
Demikian pula kubah yang diperkirakan juga bukan dari Arab, tapi dari Romawi. Kubah dipadukan dalam masjid agar suara orang yang beribadah jadi lebih bergema dan lengkungan atap untuk ventilasi udara agar lebih segar. Adopsi budaya ini menghasilkan identifikasi yang unik. Jika gereja identik dengan lonceng, maka masjid identik dengan bedug.
"Bedug merupakan kearifan para wali dalam berdakwah, jadi ikon kreasi budaya Islam yang cerdas. Semua itu menunjukkan, Islam punya semangat yang terbuka, inklusif, dan budayanya bersifat hybrid alias campuran," katanya.

D.  Tanggapan
Dari penjelasan di atas, kita dapat melihat dan menarik satu kesimpulan, bahwa bedug bukan ajaran dan warisan islam, tetapi oleh ulama dijadikan media dakwah pada masa itu. Karena bukan warisan islam maka kita generasi pelanjut harus dapat memposisikan bedug.
Tujuan wali para wali bedug di masjid untuk menarik jamaah melaksanakan ibadah. Namun sekarang sudah mengalami penggeseran dari motif awal, yaitu dengan cara bedug dibawa keluar masjid, sehingga masjid tetap sepi dan memukul bedug semakin semangat.  



            

Tidak ada komentar:

Ceramah Maulud