BEDUG DAN ISLAM DI INDONESIA
A. Pendahuluan
Begitu kental bedug Masjid
dan Islam di tanah air (Indonesia). Karenanya orang pada umumnya menyangka
bahwa itu adalah warisan dari Islam. Jika Masjid tidak didapatkan bedug rasanya
kurang sedap, suatu realita dalam kehidupan beragama Islam. Hampir setiap
Masjid ditemukan ada bedugnya, kecuali Masjid kantor.
Seiring dengan perkembangan zaman
orang mulai kritis, dan bertanya, “apakah bedug ajaran islam atau budaya?” Dari
sikap seperti ini ada orang yang secara terang-terangan berkata “bahwa bedug
merupakan pekerjaan bid’ah” di sisilain ada orang yang mempertahankan bedug
bahkan dia beranggapan bahwa bedug adalah agama.
Yang sangat terasa pada bulan
puasa bedug menggema bertalu-talu, ketika puasa telah tiba, seakan menghiasi
bulan ramadhan. Orang tidak perlu bertanya apakah ini bulan puasa? Sebab suara
bedug sudah mewakili. Bedug dan puasa ini
sering berjalan berbarengan tidak dapat dipisahkan, laksana sendok dan garpu,
mobil dan bensin, suami dan istri. Itulah realita yang ada.
Di manapun di Indonesia bedug ini
identik dengan puasa atau puasa identik dengan bedug. Lahir satu pertanyaan, lebih dahulu
mana antara bedug dan puasa? Setiap orang islam tentu akan berkata, ”pasti
duluan puasa” karena puasa sejak zaman rasul, sementara bedug lahir sejak zaman
wali songo. Pertayaan kedua, kenapa bedug bisa masuk pada bulan puasa? Inilah
yang perlu kita tahu.
Bedug
adalah sebuah kayu yang bolong tengahnya yang bagian depannya ditutup kulit
binatang. Kapan lahirnya bedung dan untuk apa? Pertanyaan ini yang selalu
menggelitik hati penulis.
Peryataan-peryataan
di atas membuat penulis terusik ingin meneliti lebih jauh tentang bedug. Ini
tentunya sangat relevan dihidangkan pada para pembaca yang ingin tahu kedudukan
bedug.
B. Sikap
masyarakat
Merasa
sejak dulu bedug sudah ada di Masjid, dan para orang tua sering memaksimalkan
dalam menggunakan bedug pada bulan puasa, maka generasi berikutnya tidak ada
rasa enggan dan bersalah memukul bedug seenaknya. Seusai shalat tarawih orang
memukul bedug, tidak perduli orang sekitar terganggu atau tidak. Yang lebih
parah di siang hari ketika orang sedang melaksanakan puasa. Yang memukul bedug
merasa bahwa perkerjaannya adalah islami. Di sisi lain bayak masyarakat awam
yang tidak mengerti agama, efeknya dia tidak sanggup untuk melarang memukul
bedug.
Lewat
tulisan ini saya ingin mengupas tuntas tentang bedug, dengan harapan masyarakat
dapat melihat bedug dengan proporsional. Yang pada gilirannya tahu kapan
seharusnya bedug digunakan.
C. Sejarah
bedug
Bedug adalah alat musik tabuh seperti
gendang. Bedug merupakan
instrumen musik tradisional yang telah digunakan sejak ribuan tahun lalu, yang
memiliki fungsi sebagai alat
komunikasi tradisional, baik dalam kegiatan
ritual keagamaan maupun politik. Di Indonesia, sebuah bedug biasa dibunyikan
untuk pemberitahuan mengenai waktu salat atau sembahyang. Bedug terbuat dari sepotong batang kayu besar
atau pohon enau sepanjang kira-kira satu meter atau lebih. Bagian tengah batang
dilubangi sehingga berbentuk tabung besar. Ujung batang yang berukuran lebih
besar ditutup dengan kulit binatang yang berfungsi sebagai membran atau selaput
gendang. Bila ditabuh, bedug menimbulkan suara berat, bernada khas, rendah,
tetapi dapat terdengar sampai jarak yang cukup jauh.
1.Beberapa persi sejarah bedug
Bedug
sebenarnya berasal dari India
dan Cina. Berdasarkan
legenda Cheng Ho dari Cina, ketika Laksamana Cheng Ho
datang ke Semarang, mereka disambut baik oleh Raja Jawa pada masa itu.
Kemudian, ketika Cheng Ho hendak pergi, dan hendak memberikan hadiah, raja dari
Semarang mengatakan bahwa dirinya hanya ingin mendengarkan suara bedug dari masjid. Sejak itulah, bedug kemudian
menjadi bagian dari masjid, seperti di negara Cina, Korea
dan Jepang, yang
memposisikan bedug di kuil-kuil sebagai alat komunikasi ritual keagamaan. Di
Indonesia, sebuah bedug biasa dibunyikan untuk pemberitahuan mengani waktu
shalat atau sembahyang. Saat Orba berkuasa bedug pernah dikeluarkan dari surau
dan mesjid karena mengandung unsur-unsur non-Islam. Bedug digantikan oleh
pengeras suara. Hal itu dilakukan oleh kaum Islam modernis, namun warga NU melakukan perlawanan
sehingga sampai sekarang dapat terlihat masih banyak masjid yang mempertahankan
bedug.
2. Fungsi
bedug
· Fungsi sosial : bedug berfungsi sebagai
alat komunikasi atau petanda kegiatan masyarakat, mulai dari ibadah, petanda
bahaya, hingga petanda berkumpulnya sebuah komuntas.
· Fungsi estetika : bedug berfungsi
dalam pengembangan dunia kreatif, konsep, dan budaya material musikal.
3. Cara
pembuatan bedug sederhana
Pada awalnya, kambing atau sapi dikuliti. Kulit hewan yang biasa
dibuat sebagai bahan baku bedug antara lain kulit kambing, sapi, kerbau, dan banteng. Kulit sapi putih memiliki
kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan kulit sapi coklat. Sebab, kulit
sapi putih lebih tebal daripada kulit sapi coklat, sehingga bunyi yang dihasilkannya
akan berbeda disamping, keawetannya yang lebih rendah. Kemudian, kulit tersebut direndam ke dalam air detergen
sekitar 5-10 menit.
Jangan terlalu lama agar tidak rusak. Lalu, kulit dijemur dengan cara dipanteng
(digelar) supaya tidak mengerut. Setelah kering, diukur diameter kayu yang
sudah dicat dan akan dibuat bedug. Seteleh selesai diukur, kulit tersebut
dipasangkan pada kayu bonggol kayu yang sudah disiapkan. Proses penyatuan kulit hewan dengan
kayu dilakukan dengan paku dan beberapa tali-temali.
4. Permainan
Bedug (Seni Ngadulag)
Seni ngadulag berasal dari daerah Jawa Barat. Pada
dasarnya, bedug memiliki fungsi yang sama seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Namun, tabuhan bedug di tiap-tiap daerah memiliki perbedaan dengan
daerah lainnya, sehingga menjadikannya khas. Sehingga lahirlah sebuah istilah
“Ngadulag” yang menunjuk pada sebuah keterampilan menabuh bedug. Kini
keterampilan menabuh bedug telah menjadi bentuk seni yang mandiri yaitu seni
Ngadulag (permainan bedug). Di daerah Bojonglopang, Sukabumi, seni ngadulag telah menjadi sebuah kompetisi untuk
mendapatkan penabuh bedug terbaik. Kompetisi terbagi menjadi 2 kategori, yaitu
keindahan dan ketahanan. Keindahan mengutamakan irama dan ritme tabuhan bedug,
sedangkan ketahanan mengutamakan daya tahan menabuh atau seberapa lama kekuatan
menabuh bedug. Kompetisi
ini diikuti oleh laki-laki dan perempuan. Dari permainan inilah seni menabuh
bedug mengalami perkembangan. Dahulu, peralatan seni menabuh bedug hanya
terdiri dari bedug, kohkol, dan terompet. Tapi kini peralatannya pun mengalami
perkembangan. Selain yang telah disebutkan di atas, menabuh bedug kini juga
dilengkapi dengan alat-alat musik seperti gitar, keyboard, dan simbal.
5. Bedug terbesar di dunia
Bedug
terbesar di dunia berada di dalam Masjid Darul Muttaqien, Purworejo. Bedug ini merupakan karya besar umat
Islam yang pembuatannya diperintahkan oleh Adipati Tjokronagoro I, Bupati Purworejo
pertama. dibuat pada tahun 1762 Jawa atau 1834 M. Dan diberi nama Kyai Begelan. Ukuran atau spesifikasi bedug ini
adalah : Panjang 292 cm, keliling bagian depan 601 cm, keliling bagian
belakang 564 cm, diameter bagian depan 194 cm, diameter bagian belakang 180 cm.
Bagian yang ditabuh dari bedug ini dibuat dari
kulit banteng. Bedug raksasa ini dirancang sebagai “sarana komunikasi” untuk
mengundang jamaah hingga terdengar
sejauh-jauhnya lewat tabuhan bedug sebagai tanda waktu sholat menjelang adzan
dikumandangkan.
6.Persi
lain
Berasal dari China, namun belum ada
penelitian yang memastikan dari mana sesungguhnya asal-usul bedug. Tapi,
sebagian tokoh agama dan masyarakat yakin, tabuhan besar itu berasal dari
China. Wali Sanga (sembilan ulama) pendakwah Islam di Jawa memanfaatkan bedug
untuk kepentingan ibadah di Masjid-masjid.
Menurut etnomusikolog Rizaldi Siagian, sebenarnya tradisi
tabuhan besar dari kulit merupakan budaya tua yang sudah tumbuh lama di
sebagian Nusantara. Di Nias, ada bedug besar yang disimpan di rumah adat, yang
disebut fondahi. Di Mandailing, ada tabuhan besar yang disebut tabu yang
disimpan di gordang sambilang untuk upacara adat. Tradisi serupa juga
berkembang, di Minangkabau.
"Khusus soal bedug, memang banyak yang menduga berasal
dari China. Kata bedug itu sendiri termasuk terminologi Jawa," katanya.
Spekulasi yang santer, kemungkinan
besar bedug masuk bersama penjelajahan Cheng Ho, seorang laksamana dari
Provinsi Yunnan, China, pada masa Dinasti Ming, yang mengunjungi beberapa wilayah
Nusantara sekitar abad ke-15 Masehi. Di negeri asalnya, alat musik itu jadi sarana untuk
mengumpulkan massa atau mengiringi ritual keagamaan.
Legenda yang beredar di masyarakat menceritakan, Wali Sanga mengambil bedug untuk digantung di masjid atau surau. Alat itu kemudian ditabuh lima kali sehari untuk mengumumkan awal waktu shalat. Pada perkembangan berikutnya, bedug semakin lekat dengan masjid atau surau dan dipakai untuk menandai berbagai peristiwa penting keagamaan lain, terutama menyambut Ramadhan dan Idul Fitri.
Legenda yang beredar di masyarakat menceritakan, Wali Sanga mengambil bedug untuk digantung di masjid atau surau. Alat itu kemudian ditabuh lima kali sehari untuk mengumumkan awal waktu shalat. Pada perkembangan berikutnya, bedug semakin lekat dengan masjid atau surau dan dipakai untuk menandai berbagai peristiwa penting keagamaan lain, terutama menyambut Ramadhan dan Idul Fitri.
Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat menengarai, kepercayaan
masyarakat itu sangat mungkin benar terjadi karena beberapa elemen lain dalam
masjid juga diadopsi dari luar budaya Islam. Menara masjid, misalnya, diduga
berasal dari tempat pemujaan Dewa Api dalam tradisi agama Majusi. Saat Islam datang, menara itu diambil dan dialihkan
fungsinya menjadi tempat azan dan landmark bangunan ibadah.
Demikian pula kubah yang diperkirakan
juga bukan dari Arab, tapi dari Romawi. Kubah dipadukan dalam masjid agar suara
orang yang beribadah jadi lebih bergema dan lengkungan atap untuk ventilasi
udara agar lebih segar. Adopsi budaya ini menghasilkan identifikasi yang unik.
Jika gereja identik dengan lonceng, maka masjid identik dengan bedug.
"Bedug merupakan kearifan para wali dalam berdakwah, jadi ikon kreasi budaya Islam yang cerdas. Semua itu menunjukkan, Islam punya semangat yang terbuka, inklusif, dan budayanya bersifat hybrid alias campuran," katanya.
"Bedug merupakan kearifan para wali dalam berdakwah, jadi ikon kreasi budaya Islam yang cerdas. Semua itu menunjukkan, Islam punya semangat yang terbuka, inklusif, dan budayanya bersifat hybrid alias campuran," katanya.
D. Tanggapan
Dari penjelasan di atas, kita dapat melihat dan menarik
satu kesimpulan, bahwa bedug bukan ajaran dan warisan islam, tetapi oleh ulama
dijadikan media dakwah pada masa itu. Karena bukan warisan islam maka kita
generasi pelanjut harus dapat memposisikan bedug.
Tujuan wali para wali bedug di masjid untuk menarik
jamaah melaksanakan ibadah. Namun sekarang sudah mengalami penggeseran dari
motif awal, yaitu dengan cara bedug dibawa keluar masjid, sehingga masjid tetap
sepi dan memukul bedug semakin semangat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar