PAHALA MEMBACA AL-QUR’AN BAGI YANG MENINGGAL
Membaca al-Qur’an ditujukan untuk orang yang telah meninggal, terjadi
perdebatan dikalangan ulama. Imam Syafi’i dan mayoritas ulama misalnya,
mengatakan bahwa membaca al-Qur’an untuk orang yang meninggal dianggap tidak
sampai pahalanya kepada yang sudah meninggal. Hal ini tentu berbeda dengan Imam
Ahmad dan sebagain Shahabat Syafi’i, menurutnya membaca al-Qur’an untuk orang
yang telah meninggal pahalnya sampai kepada orang yang telah meninggal.
Dari perdebatan di atas melahirkan kaul mukhtar (pendapat
al-ternatif). Menurutnya membaca al-Qur’an jika diiringi dengan do’a yang
isinya agar pahalanya disampaikan kepada orang telah meninggal, maka hukumnya
sampai. Sebagai contoh, seseorang yang membaca al-Qur’an sesuadah atau sebelumnya
membaca doa (ya Allah semoga pahala ini disampaikan kepada si pulan), maka
pahala akan sampai, tetapi sebalikya jika tidak, membaca al-Qur’an tidak akan
sampai yang sudah meninggal.
Dari uraian di atas lahir persoalan: bagaimana kalau orang shalih membaca
al-Qur’an untuk orang tuannya? Dalam hal perlu dipertanyakan terlebih dahulu
tentang keshalihannya, karena hal itu sangat berpengaruh terhadapat pahala bacaan.
Jika shalaih hasil didikan orang tuanya, maka ketika membaca al-Qur’an
sekalipun tidak membaca do’a untuknya dipahami sampai keorang tuanya. Hal ini
berbeda jika shalaih karena dirinya. Artinya orang tuanya tidak mendidik yang
menyebabkan dia shalih. Hal ini tatkala membaca al-Qur’an harus diiringi do’a
berharapdisampaikan, jika tidak maka tidak ada artinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar