TAFSIR JALAIN
Tafsir jalain dinisbatkan
kepada dua dua Jalaluddin. Yakni Jalaluddin al-Mahali dan Jalaluddin
al-Syuyuthi. Tafsir ini lahir pada abad ke sembilan atau sembilan tahun dari
rasul hijrah. Dengan metodolagi Ijmali (global) tafsir ini sangat familier
dengan pelajar pemula. Maka tidak aneh jika tafsir ini banyak digunakan di
Pondok Pesantren Salafiyah, sebuah lembaga pendidikan yang ada di Indonesia dan
termasuk lembaga nonformal. Lembaga ini lebih pada orientasi santri (pelajar)
memiliki kemampuan membaca kitab gundul (tampa harakat). Tafsir Jalalain di
Pondok Pesantren dipelajari kata demika oleh Kiai, sehingga memerlukan waktu
yang sangat lama, tapi tidak mengecewakan, santri dapat membaca kitab ini
setiap kata atau lafal.
Tafsir dengan metodolagi ijmali,
sumber ijtihad dan corak lughawi tetap eksis di Pondok Pesantren,
bahkan para Kiai dan Santri tatkala membaca tafsir di masyarakat pasti yang
menjadi pegangan tafsir Jalalain. Tidak hanya itu, ternyata tafsir ini dapat
meng-inspirasi ulama setelahnya, seperti Sulaimanin bin Umar al-Ajili pada abad
10-11 mensyarahi tafsir ini dengan sebutan tafsir Futuhat al-Ilahiyah, tidak
hanya Sulain ternyata Muhammad al-Shawi juga ikut juga mensyarahi kitab ini. Muhammad
al-Syawi seorang ulama malikiyah ikut mensyarahi tafsir Jalain dengan sebutan
tafsir Hasyiyah al-Shawi.
Metode yang sangat akrab
di mata pelajar yang digunakan oleh Jalalain, yakni metode ijmlai, suatu metode
yang menggiring pembaca untuk menyadari al-Qur’an tidak parsial
(terkotak-kotak), melainkan ayat yang satu dengan yang lain saling berhubungan,
yang disebut munasabah ayat.
Tafsir ini termasuk tafsir
bi al-Ra’yi (logika). Dikatakan demikian karena dalam mengali sumber
tafsir sudah menggunakan ijtihad, salah satu sumber penafsiran yang ditolak
oleh Abu Bakar al-Shidik, dan disetujui oleh Ibnu Abas.
Pelajaran yang dapat kita
ambil dari perjalanan jalain adalah sebuah karya yang lahir di abad ke 9 eksis
sampai sekarang, dan banyak yang menggunakannya. Hal salah satu pelajaran
kepada kita, “bahwa” untuk menciptkan sebuah karya tidak perlu menunggu
ispirasi yang menurut kita bagus, atau penomenal, melaikan berkaryalah walau
menurut kita sederhana, sebab boleh jadi manfaatnya besar. Hal ini juga
meng-ispirasi penulis untuk menulis sekecil apapun, dan sejelek apaun, yang
penting bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar