HIJRAH
Hijrah
secara harfiyah adalah pindah dari satu tempat ketempat lain. Hal ini pernah
dilakukan oleh Nabi, para sahabat dan orang mu’min pada umumnya, pindah dari
Makah ke Madinah. Hijrah yang dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya, berserta
orang mu’min atas dasar perintah Allah, dan bukan tanpa tujuan, melainkan
memiliki tujuan yang mulia. Untuk itu Rasul berpesan:
إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى فمن كانت هجرته إلى الله
ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها
فهجرته إلى ما هاجر إليه) متفق عليه.
Setiap
perbuatan bergantung pada niatnya. Barang siapa yang hijrah karena Allah dan
Rasul-Nya dia akan bersama Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrah karena
duniya maka dia akan mendapatkan dunia. Barangsiapa yang hijrah karena wanita
maka nikahlah. Maka setiap yang hijrah akan mendapatkan sesuatu berdasarkan
niatnya.
Jika pada zaman
Rasul hijrah dari Mekah ke Madinah, maka kemanakah hijrah pada masa kita
sekarang ini? Tentu hijrah seperti Rasul dan para sahabatnya dari Mekah ke
Madinah untuk kita sekang tidak mungkin terjadi dan tidak akan pernah terjadi.
Untuk itu hijrah pada masa kita sekarang bukan hijrah fisik melainkan hijrah
maknawi. Yakni hijrah atau mengadakan perubahan dari yang tidak baik menjadi
baik, dan dari yang baik menjadi lebih baik, karena hijrah pada zaman Rasul
dari Mekah ke Madinah pada dasarnya hanya ingin perubahan dari keterpurukan
menjadi lebih baik. Hal itu terbukti tatkala Rasul dan orang mu’min berada di
Madinah islam pun sangat pesat berkembang. Bayangkan 13 tahun di Mekah dakwah
hanya bisa dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Hal ini tentu berbeda ketika di
Madinah, sekalipun jumlah tahunnya lebih sedikit, yaitu hanya 10 tahun, tetapi
islam sangatlah pesat berkembang dan dakwah dilakukan secara terang-terangan.
Hijrah bukanlah
sikap pengecut yang lari dari kenyataan, melainkan menyusun strategi untuk
mendapatkan satu kemenangan. Hijrah pun diperlukan tekad yang kuat, karena
tatkala manusia hijrah harus rela terpisah dengan kebiasaan lama, kawan lama,
bahkan harus rela berpisah dengan keluarga. Seperti yang pernah terjadi pada
masa Rasul di mana umat islam yang harus rela berpisah dengan saudaranya,
dengan hartanya, dan dengan kampung halaman di mana dia dilahirkan dan dibesarkan.
Hanya dengan tekad yang kuat semua itu dapat dilakukan. Tidak berlebihan jika
Rasul berpesan kepada semua yang hijrah, seperti yang tertera di atas, bahwa
setiap yang hijrah akan mendapatkan sesuai dengan niat atau tekadnya.
Dari uraian di
atas tentang hijrah, setidaknya penulis dapat menyimpulkan, pertama hijrah
terbagi dua hijrah secara harfianyah dan hijrah secara maknawiyah. Ke dua
hijrah diperlukan keberanian. Tanpa keberanian hijrah tidak mungkin terjadi. Ke
tiga hijrah sebaiknya diniatkan karena Allah dan Rasul-Nya agar selain
mendapatkan keuntungan duniawi juga mendapatkan balasan dari Allah dan pahala
di akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar